Minggu, 31 Mei 2015

Anamnesa

ANAMNESA

          Anamnesis adalah pertanyaan terarah yang ditujukan kepada bumil, untuk mengetahui keadaan ibu dan faktor resiko yang dimilikinya.

 Tujuan anamnesa adalah :
1.   Memperoleh data atau informasi tentang permasalahan yang sedang dialami atau dirasakan oleh         pasien. Anamnesa yang tepat dapat membantu penegakan assesment dan diagnosa.
2.   Membangun hubungan yang baik antara seorang petugas kesehatan dengan pasiennya. Anamnesa       yang tepat dapat membuka hubungan dan kerjasama yang baik yang bermanfaat untuk                         pemeriksaan selanjutnya.

Anamnesa dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
1.   Autoanamnesa, adalah anamnesa yang dilakukan langsung kepada pasien. Pasien sendirilah yang       menjawab semua pertanyaan dan menceritakan kondisinya.
2.   Allonamnesa, adalah anamnesa yang dilakukan dengan orang lain guna mendapatkan informasi           yang tepat tentang kondisi pasien. Biasanya pada pasien yang tidak sadarkan diri, bayi, anak-               anak. Pada anamnesa jenis ini petugas kesehatan/ bidan harus memastikan bahwa sumber                     informasi berasal dari orang yang tepat.

      Jenis pertanyaan yang diberikan saat melakukan anmnesa pada ibu hamil merupakan pertanyaan yang dapat menggali lebih dalam informasi yang dibutuhkan oleh tenaga kesehatan guna mengetahui ada atau tidak faktor resiko yang dapat mengarah kekomplikasi dalam kehamilan, persalinan, nifas dan BBL.
 Adapun jenis pertanyaan yang diberikan meliputi:
a.   Identitas
      Ditanyakan identitas ibu maupun suami : Nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan,                     pekerjaan, alamat lengkap.

b.   Alasan datang/Keluhan ibu
      Alasan datang : Apakah ibu datang untuk pemeriksaan kehamilan rutin?
      Keluhan ibu : apakah ada hal yang berkaitan dengan kehamilan, yang dirasakan oleh ibu? Apakah       ada masalah-masalah yang dihadapi ibu yang perlu dikemukakan saat pemeriksaan.

c.   Riwayat menstruasi
      Menarche, siklus teratur / tidak, lamanya, banyaknya darah, warna, bau, keluhan nyeri +/- →               menilai faal alat kandungan

d.   Riwayat Perkawinan
      Kawin / tidak, berapa kali, usia pada saat menikah, berapa lama/lama perkawinan (anak                       mahalkah?)

e.   Riwayat KB
      Pernah pakai kontrasepsi/tdk? Jenis kontrasepsi? Kapan dipakai? Di mana? Oleh siapa? Lama             pemakaian? Adakah keluhan? Kapan dilepas? Di mana? Oleh siapa? Alasan berhenti/ ganti                 kontrasepsi?

f.    Riwayat Kehamilan, Persalinan, Nifas yang lalu
      1)    Riwayat Kehamilan
             Anak keberapa? Ada masalah tidak dengan kehamilan yang lalu?
      2)    Riwayat persalinan
             Spontan/buatan? Aterm/Premature? Kapan? Lahir dimana? Ditolong siapa? Ada masalah saat              persalinan?
      3)    Riwayat Nifas
             Adakah masalah pada masa nifas? Infeksi? Perdarahan?
      4)    Anak
             Jenis kelamin? BB? Hidup/mati? Kalau meninggal kenapa? Sehat? Adakah kecacatan?                        Pemberian ASI? Bagaimana kondisinya sekarang?
             Semua pertanyaan diatas untuk mengetahui prognosa kehamilan yang sekarang.

g.   Riwayat Kehamilan Sekarang
      HPHT? Umur kehamilan? HPL? Sudah pernah periksa/belum? Jika sudah berapa kali? Dimana?         Adakah keluhan? Baik TM I, II, III? Adakah penanganan khusus keluhan tersebut? Sudah terasa         gerakan janin/blm? Imunisasi TT?

h.   Riwayat Penyakit
      1)    Riwayat penyakit sekarang
             Apakah ibu sekarang dalam kondisi sakit? Keluhan? Adakah penyakit sistemik lain yang                    mungkin mempengaruhi atau diperberat oleh kehamilan (penyakit jantung, paru, ginjal, hati,                diabetes mellitus)? Apakah ibu dalam masa pengobatan?
       2)    Riwayat penyakit yang lalu
              Riwayat penyakit sistemik lain yang mungkin mempengaruhi atau diperberat oleh kehamilan               (penyakit jantung, paru, ginjal, hati, diabetes mellitus), riwayat alergi makanan/obat tertentu               dan sebagainya. Ada/tidaknya riwayat operasi umum/lainnya maupun operasi kandungan                     (miomektomi, sectio cesarea dan sebagainya).
       3)    Riwayat penyakit keluarga
              Riwayat penyakit sistemik, metabolik, cacat bawaan,? Penyakit keturunan +/- (DM, kelainan               genetik), penyakit menular +/- (TBC)
       4)    Riwayat Keturunan Kembar
              Dalam keluarga adakah yang mempunyai keturunan kembar.

i.    Data kebiasaan sehari-hari
       Dilakukan pengkajian dari pola kebiasaan sehari-hari ibu baik dari sebelum hamil dan selama              hamil. Dikaji tentang bagaimana nutrisi ibu (frekuensi, jenis, porsi, keluhan, pantangan) ? Pola            eliminasi (frekuensi, warna, bau, konsistensi, keluhan) ? Personal hygiene (mandi, gosok gigi,            keramas, ganti pakaian ? Istirahat/tidur (tidur siang, tidur malam, keluhan) ? Kebutuhan sexual            (seminggu berapa kali, keluhan)? Pola aktivitas (aktivitas yang dilakukan sehari-hari) dsb

j.    Kebiasaan yang mengganggu kesehatan
      Apakah ibu mempunyai kebiasaan merokok, minum jamu atau minum minuman beralkohol,               minum obat-obatan.

k.   Riwayat Psikososial, spiritual dan ekonomi
      Bagaimana kondisi psikologis ibu menghadapi kehamilan? Dukungan keluarga? aktifitas/                   kegiatan ibu diluar rumah? persiapan persalinan? Pengetahuan ibu tentang kehamilan? Memberi         ASI, merawat bayi, kegiatan ibadah, kegiatan sosial, dan persiapan keuangan ibu dan keluarga.

l.    Pengetahuan Ibu tentang ANC
      Apa saja yang ibu ketahui berkaitan dengan kehamilan, jika ibu sudah memasuki trimester III apa       yang ibu ketahui mengenai persiapan persalinan.

m. Lingkungan yang berpengaruh
     Bagaimana kondisi lingkungan sekitar ibu, apakah terdapat hewan peliharaan atau tidak ?















Hubungan antara Sistem Reproduksi dengan Sistem Urinaria

Sistem Reproduksi dengan Sistem Urinaria

         Keduanya sangat berhubungan khususnya secara anatomi, pada laki-laki uretra bergabung dengan tempat penyaluran keluar sperma, pada wanita uretra berdekatan dengan vagina dan terletak pada vesti bulum di vulva, selain itu vesica urinaria berada di depan uterus.
Jika terjadi infeksi pada saluran kencing maka akan mudah pula terjadi infeksi pada sistem reproduksi atau sebaliknya.
        Laju filtrasi glomerulus (glomerular filtration rate, GFR) maternal dan aliran plasma ginjal (renal plasma flow, RPF) mulai meningkat pada awal kehamilan. Pada pertengahan kehamilan, GFR maternal meningkat sebesar 50%; dan tetap meningkat selama kehamilan. Sebaliknya RPF maternal mulai menurun pada trisemester ketiga. Ini menyebabkan fraksi filtrasi ginjal meningkat selama sepertiga akhir kehamilan. Akibat  peningkatan GRF, kreatinin dan ureum serum pada kehamilan lebih rendah dibandingkan pada keadaan tidak hamil. Bersihan kreatinin meningkat.
      Peningkatan natrium yang terfiltrasi sebesar 60-70% juga menyertai peningkatan GFR. Progesteron menyebabkan terjadinya buangan natrium dengan cara mempengaruhi resorpsi natrium pada tubulus proksimal ginjal. Sebagai responnya, aldosteron meningkat sekitar 2-3 kali kadar normal.
      Kapasitas reabsorpsi tubulus ginjal yang relatif tetap disertai dengan peningkatan GFR menyebabkan penurunan reabsorpsi glukosa dari tubulus proksimal pada ginjal wanita hamil. Dengan demikian glukosa dapat terdeteksi dalam urin pada 15% wanita hamil yang normal. Namun setiap wanita hamil dengan glikosuria harus diperiksa apakah mengalami diabetes atau tidak.
       Volume cairan urin yang terdapat di dalam pelvis ginjal dan ureter dapat meningkat dua kali lipat pada separuh akhir kehamilan. Sistem pengumpul ginjal berdilatasi selama kehamilan akibat obstruksi mekanis oleh uterus yang hamil disertai dengan efek relaksasi dari progesteron terhadap otot polos. Dilatasi ini menurunkan kecepatan aliran urin di sepanjang sistem renal dan meningkatkan risiko terjadinya infeksi ginjal akut pada ibu.

Sabtu, 30 Mei 2015

Eklamsia

EKLAMSIA
A.   Pengertian
       Eklampsia berasal dari kata bahasa Yunani yang berarti “ halilintar “ karena gejala eklampsia datang dengan mendadak dan menyebabkan suasana gawat dalam kebidanan. Eklampsia juga disebut sebuah komplikasi akut yang mengancam nyawa dari kehamilan , ditandai dengan munculnya kejang tonik - klonik , biasanya pada pasien yang telah menderita preeklampsia . (Preeklamsia dan eklampsia secara kolektif disebutgangguan hipertensi kehamilan dan toksemia kehamilan.) Prawiroharjo 2005.

        Eklampsia adalah kelainan pada masa kehamilan, dalam persalinan atau masa nifas yang di tandai dengan kejang ( bukan timbul akibat kelainan saraf ) dan atau koma dimana sebelumnya sudah menimbulkan gejala pre eklampsia. (Ong Tjandra & John 2008 )

       Eklampsia termasuk kejang dan koma yang terjadi selama kehamilan. Menjelang kejang – kejang dapat didahului dengan gejalanya :
• Nyeri kepala di daerah frontal
• Nyeri epigastrium
• Penglihatan semakin kabur
• Adanya mual muntah
• Pemeriksaan menunjukkan hiperrefleksia atau mudah teransang.

     Kemudian  dengan teori iskemia implantasi plasenta juga dapat terjadi berbagai gejalanya eklampsia yaitu :
1. Kenaikan tekanan darah
2. Pengeluaran protein dalam urine
3. Edema kaki, tangan sampai muka
4. Terjadinya gejala subjektif :
• Sakit kepala
• Penglihatan kabur
• Nyeri pada epigastrium
• Sesak nafas
• Berkurangnya pengeluaran urine
5. Menurunnya kesadaran wanita hamil sampai koma
6. Terjadinya kejang

    Pada pemeriksaan darah kehamilan normal terdapat peningkatan angiontensin, renin dan aldosteron sebagai kompensasi sehingga peredaran darah dan metabolisme dapat berlangsung. Pada eklampsia maka terjadi penurunan angiotensin, renin dan aldosteron tetapi dapat dijumpai edema, hipertensi dan proteinuria.

Berdasarkan waktu terjadinya eklampsia dapat di bagi :
1. Eklampsia gravidarum
• Kejadian 50% sampai 60 %
• Serangan terjadi dalam keadaan hamil

2. Eklampsia parturientum
• Kejadian sekitar 30 % sampai 50 %
• Saat sedang inpartu
• Batas dengan eklampsia gravidarum sukar di tentukan terutama saat mulai inpartu

3. Eklampsia puerperium
• Kejadian jarang 10 %
• Terjadi serangan kejang atau koma seletah persalinan berakhir
Kejang – kejang pada eklampsia terdiri dari 4 tingkat :

a.Tingkat awal atau aura
• Berlangsung 30 – 35 detik
• Tangan dan kelopak mata gemetar
• Mata terbuka dengan pandangan kosong
• Kepala di putar ke kanan atau ke kiri

b. Tingkat kejang tonik
• Berlangsung sekitar 30 detik
• Seluruh tubuh kaku : wajah kaku, pernafasan berhenti, dapat diikuti sianosis, tangan menggenggam, kaki di putar kedalam, lidah dapat tergigit.

c. Tingkat kejang klonik
• Berlangsung 1 sampai 2 menit
• Kejang tonik berubah menjadi kejang klonik
• Konsentrasi otot berlangsung cepat
• Mulut terbuka tertutup dan lidah dapat tergigit sampai putus
• Mata melotot
• Mulut berbuih
• Muka terjadi kongesti dan tampak sianosis
• Penderita dapat jatuh, menimbulkan trauma tambahan

d. Tingkat koma
• Setelah kejang klonik berhenti penderita menarik nafas
• Diikuti,yang lamanya bervariasi
   
 Selama terjadi kejang – kejang dapat terjadi suhu naik mencapai 40 ˚c, nadi bertambah cepat, dan tekanan darah meningkat. Kejang dapat menimbulkan komplikasi pada ibu dan janin.
1. Komplikasi ibu :
• Dapat menimbulkan sianosis
• Aspirasi air ludah menambah gangguan fungsi paru
• Tekanan darah meningkat menimbulkan perdarahan otak dan kegagalan jantung mendadak
• Lidah dapat tergigit
• Jatuh dari tempat tidur menyebabkan fraktura dan luka – luka
• Gangguan fungsi ginjal
• Perdarahan
• Gangguan fungsi hati dan menimbulkan ikhterus

2. Komplikasi janin dalam rahim :
• Asfiksia mendadak
• Solusio plasenta
• Persalinan prematuritas

Berbagai faktor yang mempengaruhi eklampsia :
• Jumlah primigravida terutama primigravida muda
• Distensi rahim berlebihan yaitu hidramnoin, hamil ganda dan mola hidatosa
• Adanya penyakit yang menyertai kehamilan yaitu diabetes mellitus, kegemukan
• Jumlah umur ibu di atas 35 tahun

B.    Etiologi eklampsia
        Dengan penyebab kematian ibu adalah perdarahan otak, payah jantung atau payah ginjal, dan aspirasi cairan lambung atau edema paru – paru. Sedangkan penyebab kematian bayi adalah asfiksia intrauterine dan persalinan prematuritas.
Mekanisme kematian janin dalam rahim pada penderita eklampsia :
a. Akibat kekurangan O2 menyebabkan perubahan metabolisme ke arah lemak dan protein dapat             menimbulkan badan keton
b. Meransang dan mengubah keseimbangan nervus simfatis dan nervus vagus yang menyebabkan :
• Perubahan denyut jantung janin menjadi takikardi dan dilanjutkan menjadi bradikardi serta irama       yang tidak teratur
• Peristaltis usus bertambah dan sfingter ani terbuka sehingga di keluarkannya mekonium yang akan      masuk ke dalam paru – paru pada saat pertama kalinya neonatus aspirasi.
c. Sehingga bila kekurangan O2 dapat terus berlangsung keadaan akan bertambah gawat sampai terjadinya kematian dalam rahim maupun di luar rahim .

    Oleh sebab itu perlu memperhatikan  komplikasi dan tingginya angka kematian ibu dan bayi. Maka usaha utama adalah mencegah pre eklampsia menjadi eklampsia perlu diketahui bidan dan selanjutnya melakukan rujukan ke rumah sakit.

C.   Patofisiologi eklampsia
       Kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan penimbunan cairan yang berlebihan dalam ruang interstitial. Bahwa pada eklampsia dijumpai kadar aldosteron yang rendah dan konsentrasi prolaktin yang tinggi dari pada kehamilan normal. Aldosteron penting untuk mempertahankan volume plasma dan mengatur retensi air dan natrium. Serta pada eklampsia permeabilitas pembuluh darah terhadap protein meningkat.

      Pada plasenta dan uterus terjadi penurunan aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan fungsi plasenta. Pada hipertensi  pertumbuhan janin terganggu sehingga terjadi gawat-janin sampai menyebabkan kematian karena kekurangan oksigenisasi. Kenaikan tonus uterus dan kepekaan terhadap perangsangan sering terjadi pada eklampsia, sehingga mudah terjadi partus prematurus.

       Perubahan pada ginjal disebabkan oleh aliran darah ke dalam ginjal menurun, sehingga menyebabkan filtrasi glomerulus berkurang. Kelainan pada ginjal yang penting ialah dalam hubungan dengan proteinuria dan mungkin dengan retensi garam dan air. Mekanisme retensi garam dan air akibat perubahan dalam perbandingan antara tingkat filtrasi glomelurus dan tingkat penyerapan kembali oleh tubulus. Pada kehamilan normal penyerapan ini meningkat sesuai dengan kenaikan filtrasi glomerulus. Penurunan filtrasi glomelurus akibat spasmus arteriolus ginjal menyebabkan filtrasi natrium melalui glomerulus menurun, yang menyebabkan retensi garam dan retensi air. Filtrasi glomerulus dapat turun sampai 50% dari normal, sehingga menyebabkan diuresis turun pada keadaan lanjut dapat terjadi oliguria atau anuria.

       Pada retina tampak edema retina, spasmus setempat atau menyeluruh pada  beberapa arteri jarang terlihat perdarahan atau eksudat. Pelepasan retina disebabkan oleh edema intraokuler dan merupakan indikasi untuk pengakhiran kehamilan . Setelah persalinan berakhir, retina melekat lagi dalam 2 hari sampai 2 bulan. Skotoma, diplopia, dan ambiliopia merupakan gejala yang menunjukkan akan terjadinya eklampsia. Keadaan ini disebabkan oleh perubahan aliran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau dalam retina.

      Edema paru-paru merupakan sebab utama kematian penderita eklampsia. Komplikasi disebabkan oleh dekompensasio kordis kiri. Perubahan pada otak bahwa resistensi pembuluh darah dalam otak pada hipertensi dalam kehamilan lebih tinggi  pada eklampsia. Sehingga aliran darah ke otak dan pemakaian oksigen pada eklampsia akan menurun.

      Metabaolisme dan elektrolit yaitu hemokonsentrasi yang menyertai eklampsia sebabnya terjadi pergeseran cairan dan ruang intravaskuler ke ruang interstisial. Kejadian ini, diikuti oleh kenaikan hematokrit, peningkatan protein serum, dan bertambahnya edema, menyebabkan volume darah berkurang, viskositet darah meningkat, waktu peredaran darah tepi lebih lama. Karena itu, aliran darah ke jaringan diberbagai bagian tubuh berkurang  akibatnya hipoksia. Dengan perbaikan keadaan, hemokonsentrasi berkurang, sehingga turunnya hematokrit dapat dipakai sebagai ukuran perbaikan keadaan penyakit dan berhasilnya pengobatan.

      Pada eklampsia, kejang dapat menyebabkan kadar gula darah naik untuk sementara. Asidum laktikum dan asam organik lain naik, dan bikarbonas natrikus, sehingga menyebabkan cadangan alkali turun. Setelah kejang, zat organik dioksidasi sehingga natrium dilepaskan untuk dapat bereaksi dengan asam karbonik menjadi bikarbaonas natrikus. Dengan demikian, cadangan alkali dapat pulih kembali. Pada kehamilan cukup bulan kadar fibrinogen meningkat. Waktu pembekuan lebih pendek dan kadang-kadang ditemukan kurang dari 1 menit pada eklampsia.

D.   Diagnosis eklampsia
       Eklampsia selalu didahului oleh pre eklampsia. Perawatan prenatal untuk kehamilan dengan predisposisi pre eklampsia perlu ketat dilakukan agar dapat dideteksi sedini mungkin gejala – gejala eklampsia. Sering di jumpai perempuan hamil yang tampak sehat mendadak menjadi kejang – kejang eklampsia karena tidak terdeteksi adanya pre eklampsia sebelumnya.
 Eklampsia harus dibedakan dari epilepsy ; dalam anamnesis diketahui adanya serangan sebelum hamil atau pada hamil muda dengan tanda pre eklampsia tidak ada, kejang akibat obat anastesi, koma karena sebab lain.

E.   Komplikasi eklampsia
       Komplikasi yang terberat adalah kematian ibu dan janin, usaha utama ialah melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita pre eklampsia dan eklampsia. Komplikasi yang tersebut di bawah ini biasanya terjadi pada pre eklampsia berat dan eklampsia :
      1.Solusio plasenta
         Karena adanya takanan darah tinggi, maka pembuluh darah dapat mudah pecah, sehingga                    terjadi hematom retropalsenta yang dapat menyebabkan sebagian plasenta dapat terlepas.

      2. Hipofibrinogenemia
          Adanya kekurangan fibrinogen yang beredar dalam darah , biasanya di bawah 100 mg persen.             Sehingga pemeriksaan kadar fibrinogen harus secara berkala.

      3. Hemolisis
          Kerusakan atau penghancuran sel darah merah karena gangguan integritas membran sel                       darah merah yang menyebabkan pelepasan hemoglobin. Menunjukkan gejala klinik hemolisis             yang dikenal karena ikterus.

      4. Perdarahan otak
          Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal pada penderita eklampsia.

      5. Kelainan mata
          Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai seminggu. Perdarahan                   kadang-kadang terjadi pada retina yang merupakan tanda gawat akan terjadinya apopleksia                 serebri.

      6. Edema paru – paru

      7. Nekrosis hati
          Nekrosis periportal hati pada eklampsia merupakan akibat vasopasmus arteriol umum.                         Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama penentuan                     enzim-enzimnya.

      8. Sindroma HELLP
          Merupakan suatu kerusakan multisistem dengan tanda-tanda : hemolisis, peningkatan enzim               hati, dan trombositopenia yang diakibatkan disfungsi endotel sistemik. Sindroma HELLP dapat           timbul pada pertengahan kehamilan trimester dua sampai beberapa hari setelah melahirkan.

     9. Kelainan ginjal
         Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel endotelial                  tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria                  sampai gagal ginjal.

    10. Kopmlikasi lain yaitu lidah tergigit, trauma dan fraktur karena jatuh akibat kejang -  kejang                 pneumonia aspirasi, dan DIC.

    11. Prematuritas, dismaturitas, dan kematian janin intra uterin.

F.    Prognosa eklampsia
       Eklampsia di Indonesia masih merupakan penyakit pada kehamilan yang meminta korban besar dari ibu dan bayi ( Hanifa dalam Prawiroharjo, 2005 ).
Diurese dapat dipegang untuk prognosa ; jika diurese lebih dari 800 cc dalam 24 jam atau 200 cc tiap 6 jam makan prognosa agak baik. Sebaliknya oliguri dan anuri merupakan gejala yang buruk.
Gejala – gejala lain memperberat prognosa dikemukakan oleh Eden ialah ; koma yang lama, nadi di atas 120 x / menit, suhu di atas 39 ˚c, tekanan darah di atas 200 mmHg, proteinuria 10 gram sehari atau lebih, tidak adanya edema, edema paru – paru dan apoplexy merupakan keadaan yang biasanya mendahului kematian.

G.  Pencegahan eklampsia
      Pada umumnya timbulnya eklampsia dapat dicegah atau frekuensinyadi kurangi. Usaha – usaha untuk menurunkan eklampsia terdiri atas meningkatkan jumlah balai pemeriksaan antenatal dan mengusahakan agar semua wanita haiml memeriksa diri sejak hamil muda, mencari pada tiap pemeriksaan tanda – tanda pre eklampsia dan mengobatinya segera apabila ditemukan, mengakhiri kehamilan sedapatnya pada kehamilan 37 minggu ke atas apabila dirawat tanda – tanda pre eklampsia tidak juga dapat hilang. ( Hanifa dalam Prawiroharjo, 2005 )

H.  Penanganan eklampsia
      Tujuan utama penanganan eklampsia adalah menghentikan berulangnya serangan kejang dan mengakhiri kehamilan secepatnya dengan cara yang aman setelah keadaan ibu mengizinkan. Penanganan yang dilakukan :
• Beri obat anti konvulsan
• Perlengkapan untuk penanganan kejang
• Lindungi pasien dari kemungkinan trauma
• Aspirasi mulut dan tenggorokan
• Baringkan pasien pada sisi kiri
• Posisikan secar trandelenburg untuk mengurangi resiko aspirasi
• Berikan oksigen 4 – 6 liter / menit.

I. Pengobatan eklampsia
    Eklampsia merupakan gawat darurat kebidanan yang memerlukan pengobatan di rumah sakit untuk memberikan pertolongan yang adekuat.

Konsep pengobatannya :
a. Menghindari terjadinya :
• Kejang berulang
• Mengurangi koma
• Meningkatkan jumlah dieresis

b. Perjalanan kerumah sakit dapat diberikan :
• Obat penenang dengan injeksikan 20 mgr valium
• Pasang infuse glukosa 5 % dan dapat di tambah dengan valium 10 sampai 20 mgr

c. Sertai petugas untuk memberikan pertolongan:
• Hindari gigitan lidah dengan memasang spatel pada lidah
• Lakukan resusitasi untuk melapangkan nafas dan berikan O2
• Hindari terjadinya trauma tambahan

Perawatan kolaborasi yang dilaksanakan dirumah sakit sebagai berikut :
1. Kamar isolasi
-   Hindari rangsangan dari luar sinar dan keributan
-   Kurangi penerimaan kunjungan untuk pasien
-   Perawat pasien dengan jumlahnya terbatas

2. Pengobatan medis
    Banyak pengobatan untuk menghindari kejang yang berkelanjutan dan meningkatkan vitalitas janin dalam kandungan. Dengan pemberian :
-   Sistem stroganof
-   Sodium pentothal dapat menghilangkan kejang
-   Magnesium sulfat dengan efek menurunkan tekanan darah , mengurangi sensitivitas saraf pada           sinapsis, meningkatkan deuresis dan mematahkan sirkulasi iskemia plasenta sehingga menurunkan     gejala klinis eklampsia.
-   Diazepam atau valium
 -  Litik koktil

3. Pemilihan metode persalinan
    Pilihan pervaginam diutamakan :
-  Dapat didahului dengan induksi persalinan
-  Bahaya persalinan ringan
-  Bila memenuhi syarat dapat dilakukan dengan memecahkan ketuban, mempercepat pembukaan,          dan tindakan curam untuk mempercepat kala pengeluaran.
-  Persalinan plasenta dapat dipercepat dengan manual
-  Menghindari perdarahan dengan diberikan uterotonika

Pertimbangan seksio sesarea :
-  Gagal  induksi persalinan pervaginam
-  Gagal pengobatan konservatif

 J. Penatalaksanaan Pre-eklamsia dan eklamsia
        Prinsip penatalaksanaan pre-eklampsia :
1. Melindungi ibu dari efek peningkatan tekanan darah
2. Mencegah progresifitas penyakit menjadi eklampsia
3. Mengatasi atau menurunkan risiko janin (solusio plasenta, pertumbuhan janin terhambat, hipoksia       sampai kematian janin)
4. Melahirkan janin dengan cara yang paling aman dan cepat sesegera mungkin setelah matur, atau         imatur jika diketahui bahwa risiko janin atau ibu akan lebih berat jika persalinan ditunda lebih lama.

Penatalaksanaan pre-eklampsia ringan :
1. Dapat dikatakan tidak mempunyai risiko bagi ibu maupun janin
2. Tidak perlu segera diberikan obat antihipertensi atau obat lainnya, tidak perlu dirawat kecuali              tekanan darah meningkat terus (batas aman 140-150/90-100 mmHg).
3. Istirahat yang cukup (berbaring / tiduran minimal 4 jam pada siang hari dan minimal 8 jam pada         malam hari)
4. Pemberian luminal 1-2 x 30 mg/hari bila tidak bisa tidur
5. Pemberian asam asetilsalisilat (aspirin) 1 x 80 mg/hari.
6. Bila tekanan darah tidak turun, dianjurkan dirawat dan diberi obat antihipertensi : metildopa 3 x         125 mg/hari (max.1500 mg/hari), atau nifedipin 3-8 x 5-10 mg/hari, atau nifedipin retard 2-3 x 20        mg/hari, atau pindolol 1-3 x 5 mg/hari (max.30 mg/hari). 7. Diet rendah garam dan diuretik                  TIDAK PERLU
8. Jika maturitas janin masih lama, lanjutkan kehamilan, periksa tiap 1 minggu
9. Indikasi rawat : jika ada perburukan, tekanan darah tidak turun setelah 2 minggu rawat jalan,               peningkatan berat badan melebihi 1 kg/minggu 2 kali berturut-turut, atau pasien menunjukkan             tanda-tanda pre-eklampsia berat. Berikan juga obat antihipertensi. 10. jika dalam perawatan tidak       ada perbaikan, tatalaksana sebagai pre-eklampsia berat. Jika perbaikan, lanjutkan rawat jalan
11. pengakhiran kehamilan : ditunggu sampai usia 40 minggu, kecuali ditemukan pertumbuhan janin       terhambat, gawat janin, solusio plasenta, eklampsia, atau indikasi terminasi lainnya. Minimal usia       38 minggu, janin sudah dinyatakan matur.
12. persalinan pada pre-eklampsia ringan dapat dilakukan spontan, atau dengan bantuan ekstraksi             untuk mempercepat kala II.

Penatalaksanaan pre-eklampsia berat :
     Dapat ditangani secara aktif atau konservatif.
- Aktif berarti : kehamilan diakhiri / diterminasi bersama dengan pengobatan medisinal.
- Konservatif berarti : kehamilan dipertahankan bersama dengan pengobatan medisinal.
  Prinsip : Tetap PEMANTAUAN JANIN dengan klinis, USG, kardiotokografi !!!

1. Penanganan aktif.
    Penderita harus segera dirawat, sebaiknya dirawat di ruang khusus di daerah kamar bersalin. Tidak harus ruangan gelap.
Penderita ditangani aktif bila ada satu atau lebih kriteria ini :
- ada tanda-tanda impending eklampsia
- ada HELLP syndrome
- ada kegagalan penanganan konservatif
- ada tanda-tanda gawat janin atau IUGR
- usia kehamilan 35 minggu atau lebih
(Prof.Gul : 34 minggu berani terminasi. Pernah ada kasus 31 minggu, berhasil, kerjasama dengan perinatologi, bayi masuk inkubator dan NICU)
JANGAN LUPA : OKSIGEN DENGAN NASAL KANUL, 4-6 L / MENIT !!
Pengobatan medisinal : diberikan obat anti kejang MgSO4 dalam infus dextrose 5% sebanyak 500 cc tiap 6 jam. Cara pemberian MgSO4 : dosis awal 2 gram intravena diberikan dalam 10 menit, dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan sebanyak 2 gram per jam drip infus (80 ml/jam atau 15-20 tetes/menit).
Syarat pemberian MgSO4 : - frekuensi napas lebih dari 16 kali permenit - tidak ada tanda-tanda gawat napas - diuresis lebih dari 100 ml dalam 4 jam sebelumnya - refleks patella positif.
MgSO4 dihentikan bila : - ada tanda-tanda intoksikasi - atau setelah 24 jam pasca persalinan - atau bila baru 6 jam pasca persalinan sudah terdapat perbaikan yang nyata.
Siapkan antidotum MgSO4 yaitu Ca-glukonas 10% (1 gram dalam 10 cc NaCl 0.9%, diberikan intravena dalam 3 menit).
      Obat anti hipertensi diberikan bila tekanan darah sistolik lebih dari 160 mmHg atau tekanan darah diastolik lebih dari 110 mmHg. Obat yang dipakai umumnya nifedipin dengan dosis 3-4 kali 10 mg oral. Bila dalam 2 jam belum turun dapat diberi tambahan 10 mg lagi.
       Terminasi kehamilan : bila penderita belum in partu, dilakukan induksi persalinan dengan amniotomi, oksitosin drip, kateter Folley, atau prostaglandin E2. Sectio cesarea dilakukan bila syarat induksi tidak terpenuhi atau ada kontraindikasi partus pervaginam. Pada persalinan pervaginam kala 2, bila perlu dibantu ekstraksi vakum atau cunam.

2. Penanganan konservatif
    Pada kehamilan kurang dari 35 minggu tanpa disertai tanda-tanda impending eclampsia dengan keadaan janin baik, dilakukan penanganan konservatif.
Medisinal : sama dengan pada penanganan aktif. MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mencapai tanda-tanda pre-eklampsia ringan, selambatnya dalam waktu 24 jam. Bila sesudah 24 jam tidak ada perbaikan maka keadaan ini dianggap sebagai kegagalan pengobatan dan harus segera dilakukan terminasi.
JANGAN LUPA : OKSIGEN DENGAN NASAL KANUL, 4-6 L / MENIT !!
Obstetrik : pemantauan ketat keadaan ibu dan janin. Bila ada indikasi, langsung terminasi.


Penatalaksanaan eklampsia
      Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan atau nifas, yang ditandai dengan timbulnya kejang dan / atau koma.

       Sebelumnya wanita hamil itu menunjukkan gejala-gejala pre-eklampsia (kejang-kejang dipastikan BUKAN timbul akibat kelainan neurologik lain).
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala pre-eklampsia disertai kejang dan atau koma.

       Tujuan pengobatan : menghentikan / mencegah kejang, mempertahankan fungsi organ vital, koreksi hipoksia / asidosis, kendalikan tekanan darah sampai batas aman, pengakhiran kehamilan, serta mencegah / mengatasi penyulit, khususnya krisis hipertensi, sebagai penunjang untuk mencapai stabilisasi keadaan ibu seoptimal mungkin.

       Sikap obstetrik : mengakhiri kehamilan dengan trauma seminimal mungkin untuk ibu.
Pengobatan medisinal : sama seperti pada pre-eklampsia berat. Dosis MgSO4 dapat ditambah 2 g intravena bila timbul kejang lagi, diberikan sekurang-kurangnya 20 menit setelah pemberian terakhir. Dosis tambahan ini hanya diberikan satu kali saja.
Jika masih kejang, diberikan amobarbital 3-5 mg/kgBB intravena perlahan-lahan.
Perawatan pada serangan kejang : dirawat di kamar isolasi dengan penerangan cukup, masukkan sudip lidah ke dalam mulut penderita, daerah orofaring dihisap. Fiksasi badan pada tempat tidur secukupnya.

Sikap dasar
        semua kehamilan dengan eklampsia HARUS diakhiri tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin. Pertimbangannya adalah keselamatan ibu.
Kehamilan diakhiri bila sudah terjadi stabilisasi hemodinamika dan metabolisme ibu, paling lama 4-8 jam sejak diagnosis ditegakkan. Yang penting adalah koreksi asidosis dan tekanan darah.
Cara terminasi juga dengan prinsip trauma ibu seminimal mungkin.
Bayi dirawat dalam unit perawatan intensif neonatus (NICU).
        Pada kasus pre-eklampsia / eklampsia, jika diputuskan untuk sectio cesarea, sebaiknya dipakai ANESTESIA UMUM. Karena kalau menggunakan anestesia spinal, akan terjadi vasodilatasi perifer yang luas, menyebabkan tekanan darah turun. Jika diguyur cairan (untuk mempertahankan tekanan darah) bisa terjadi edema paru, risiko tinggi untuk kematian ibu.
Pasca persalinan : maintenance kalori 1500 kkal / 24 jam, bila perlu dengan selang nasogastrik atau parenteral, karena pasien belum tentu dapat makan dengan baik. MgSO4 dipertahankan sampai 24 jam postpartum, atau sampai tekanan darah terkendali.

Catatan : di Indonesia
           Kasus pre-eklampsia ringan sampai berat di daerah, jika mungkin, dipertahankan selama mungkin sambil dirujuk. Karena resusitasi / perawatan intensif neonatus di daerah sangat sulit dilakukan. Kecuali jika kasus terjadi di rumahsakit dengan fasilitas lengkap, dapat langsung terminasi.
            Tapi sebagian besar kasus masih ditangani konservatif sambil dirujuk. Akibatnya, perjalanan penyakit makin berat, prognosis makin buruk, angka kematian maternal / perinatal makin tinggi (pre-eklampsia / eklampsia merupakan salah satu faktor penentu angka kematian maternal / perinatal yang terutama di Indonesia).
            Penyakit hipertensi pada kehamilan berperan besar dalam morbiditas dan
mortalitas maternal dan perinatal. Hipertensi diperkirakan menjadi komplikasi
sekitar 7-10% dari kejadian kehamilan, dengan setengah sampai duapertiganya
didiagnosis mengalami preeklampsia atau eklampsia (Poole, 2004). Lebih dari
satu dasawarsa terakhir ini, kematian ibu melahirkan menempati urutan utama
masalah kesehatan di Indonesia. Berbagai upaya telah dilakukan tetapi tingkat
kematian ibu melahirkan masih tetap tinggi.
            Preeklampsia merupakan penyakit hipertensi yang khas dalam kehamilan,
yaitu dengan tekanan darah ≥140/90 mmHg sesudah 20 minggu masa kehamilan
dengan proteinuria. Preeklampsia berbeda dengan hipertensi kronik. Hipertensi
kronik yaitu terjadi sebelum 20 minggu masa kehamilan. Wanita yang mengalami
hipertensi kronik sebelum hamil dapat berubah menjadi preeklampsia (Dipiro,
dkk, 2000).
            Penggunaan obat saat hamil harus dipilih obat yang paling aman dan obat
harus diresepkan pada dosis efektif yang terendah untuk jangka waktu pemakaian
sesingkat mungkin. Sebisa mungkin menghindari dan meminimalkan penggunaan
segala jenis obat selama kehamilan kecuali jika manfaat yang diperoleh ibu lebih
besar dibanding resiko pada janin. Selama trimester pertama, sebagian obat dapat
beresiko besar menyebabkan cacat lahir sedangkan selama trimester dua dan tiga,
obat dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan secara fungsional
pada janin atau dapat meracuni plasma.

Kebutuhan Psikososial

1.  Pengertian Kebutuhan Psikososial
     Manusia adalah makhluk biopsikososial yang unik dan menerapkan system terbuka serta saling berinteraksi. Manusia selaulu berusaha untuk mempertahankan keseimbangan hidupnya. Keseimbangan yang dipertahankan oleh setiap individu untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, keadaan ini disebut dengan sehat. Sedangkan seseorang dikatakan sakit apabila gagal dalam mempertahankan keseimbangan diri dan lingkungannya. Sebagai makhluk social, untuk mencapai kepuasana dalam kehidupan, mereka harus membina hubungan interpersonal positif .

2. Status Emosi
    Setiap individu mempunyai kebutuhan emosi dasar, termasuk kebutuhan akan cinta, kepercayaan, otonomi, identitas, harga diri, penghargaan dan rasa aman. Schultz (1966) Merangkum kebutuhan tersebut sebagai kebutuhan interpersonal untuk inklusi, control dan afeksi. Bila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, akibatnya dapt berupa perasaan atau prilaku yang tidak diharapkan, seperti ansietas, kemarahan, kesepian dan rasa tidak pasti.
Kebutuhan interpersonal akan inklusi, control dan afeksi kadang saling tumpang tindih dan berkesinambungan.

3. Konsep Diri
    Konsep diri adalah Semua perasaan, kepercayaan dan nilai yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain.
Berkembang secara bertahap,  saat bayi mulai mengenal dan membedakan diri dengan orang lain.
Pembentukan KD dipengaruhi asuhan orang tua dan lingkungan.
Tercapai aktualisasi diri ( Hirarkhi maslow) → Perlu KD yang sehat.
Komponen Konsep Diri :
a. Body Image ( Citra tubuh)

  • Sikap terhadap tubuh secara sadar dan tidak sadar
  • Mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, dan fungsi penampilan tubuh dulu dan sekarang

b. Ideal diri

  • Persepsi individu → bagaimana harus berprilaku sesuai standar prilaku.
  • Akan mewujudkan cita-cita dan harapan pribadi.

c. Harga diri (HD)

  • Penilaian terhadap hasil yang dicapai dengan analisis → sejauh mana prilaku memenuhi ideal diri.
  • Sukses → HD tinggi, gagal → HD rendah
  • HD diperolah dari diri sendiri dan orang lain.

d. Peran diri (PD).

  • Pola sikap, prilaku nilai yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat.

e. Identitas Diri

  • Kesadaran akan dirinya sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian yang merupakan sintesis dari semua aspek dari KD sebagai suatu kesatuan yang utuh.

Faktor yang mempengaruhi Konsep Diri :
a. Tingkat perkembangan dan kematangan
b. Dukungan mental, perlakuan dan pertumbuhan anak
c. Budaya
d. Usia anak → nilai diadopsi dari orang tua.
e. Sumber eksternal dan internal
f. Eksternal → Dukungan masyarakat, ekonomi yang bagus.
g. Internal → humoris, agamis, berpendidikan
h. Pengalaman sukses dan gagal → meningkatkan/menurunkan KD.
i. Stresor
j. Stresor (perkawinan, pekerjaan baru, ujian, ketakutan, PHK, dll), jika koping tidak efektif → depresi, menarik diri dan kecemasan.
k. Usia, keadaan sakit dan trauma → mempengaruhi persepsi diri

4. Harga Diri
    Harga diri adalah apa yang kita pikirkan dan rasakan tentang diri kita sendiri, bukan apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh orang lain tentang siapa kita sebenarnya. Tak seorang pun yang dapat mengendalikan kita dan memercayai kepercayaan dan kecintaan kita terhadap diri sendiri.

    Banyak orang yang beranggapan bahwa harga dirinya akan naik jika ia dapat mengekspresikan kemarahannya. Menurutnya, dengan berani marah kepada siapa saja maka orang-orang akan menilainya sebagai seseorang yang keras sehingga setiap orang akan takut dan takluk kepadanya.

    Harga diri merupakan penilaian dan penghargaan seseorang terhadap dirinya sendiri. Penilaian orang lain dapat memengaruhi bagaimana seseorang bertingkah laku dalam kehidupan sehari-hari. Tapi yang terutama adalah penilaian terhadap diri sendiri.

    Harga diri yang sesungguhnya adalah merupakan harga diri atas kemuliaan karakter dari kita sendiri kita, yang meliputi keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran, dan kelembutan. Kita dituntut untuk memiliki hal-hal tersebut agar bisa memiliki harga diri yang tinggi yang sesungguhnya. Semuanya itu dapat kita wujudkan melalui pembelajaran setiap hari. Hari-hari yang kita jalani, seharusnya dapat kita jadikan kesempatan untuk mengikis karakter buruk dalam diri kita dan mengembangkan kebiasaan yang baik untuk mewujudkan harga diri yang sesungguhnya. Dengan inilah kita bisa menjadi orang yang benar-benar berharga.

    Seorang yang memiliki harga diri akan lebih bersemangat, lebih mandiri, lebih mampu dan berdaya, sanggup menerima tantangan, lebih percaya diri, tidak mudah menyerah dan putus asa, mudah memikul tanggung jawab, mampu menghadapi kehidupan dengan lebih baik, dan merasa sejajar dengan orang lain.

     Harga diri tidak dibawa sejak lahir, tetapi memerlukan proses yang dibentuk sejak lahir karena itu dipengaruhi oleh banyak hal sepanjang hidup kita, misalnya, pengasuhan orangtua atau keluarga, pendidikan yang diterima (baik di sekolah ataupun di luar sekolah), pengalaman-pengalaman yang berarti, prestasi-prestasi yang diraih, orang-orang terdekat (baik saudara maupun orang lain), budaya, lingkungan sosial dan masyarakat.

    Yang menyedihkan banyak orang mencari kepercayaan dan penghormatan diri ke segala penjuru dunia selain dirinya sendiri sehingga mereka gagal dalam pencarian ini. Kita akan melihat bahwa harga diri yang positif paling baik dipahami sebagai salah satu bentuk dari pencapaian spiritual atau memahami harga diri sebagai suatu kondisi kesadaran. Sehingga kita akan berhenti mengatakan, "Kalau aku memiliki teman yang lebih keren, kalau aku punya pacar lagi, kalau aku mendapatkan penghargaan lagi, kalau aku mendapatkan mobil yang bagus, maka aku akan sungguh-sungguh berbahagia dengan diriku sendiri". Kita akan menyadari bahwa pernyataan itu sangat tidak rasional, maka "semakin banyak" keinginan yang akan mengusik hati kita.

     Jika kita mendalami benar hakikat sejati harga diri, maka kita akan tahu bahwa harga diri tidak bersifat kompetitif (persaingan) dan komparatif (perbandingan). Harga diri yang sejati tidak diungkapkan melalui pemujaan diri dengan mengorbankan orang lain atau dengan mengagungkan seseorang jauh lebih unggul dari orang lain atau menyengsarakan orang lain untuk membahagiakan seseorang. Arogansi (kesombongan) dan terlalu mengagungkan kemampuan hanyalah menggambarkan betapa rapuhnya harga diri kita dan bukannya mencerminkan kokohnya harga diri kita.

     Sebuah harga diri yang tepat dapat menjadi semacam magnit yang menyedot semua elemen kesuksesan. Harga diri itu semacam magma yang membangkitkan kembali kekuatan dahsyat dalam diri kita. Hanya dengan harga diri yang tepat kita bisa menatap masa depan dengan penuh kebanggaan. kita layak memperoleh kesuksesan.. mari tempatkan harga diri dalam konteks yang tepat...

5. Kebutuhan dasar menurut Abraham Maslow
• Kebutuhan Fisiologis merupakan kebutuhan paling dasar pada manusia,antara lain pemenuhan kebutuhan oksigen dan pertukaran gas, cairan (minuman), nutrisi (makanan), eliminasi, istirahat dan tidur, aktivitas, keseimbangan suhu tubuh, serta seksual.
• Kebutuhan Rasa aman dan perlindungan dibagi menjadi perlindungan fisik dan perlindungan psikologis
a. Perlindungan fisik meliputi perlindungan atas ancaman terhadap tubuh atau hidup seperti penyakit, kecelakaan, bahaya dari lingkungan, dan lain lain.
b. Perlindungan psikologis,yaitu perlindungan atas ancaman dari pengalaman yang baru dan asing. Misalnya, kekhawatiran yang dialami seseorang ketika masuk sekolah pertama kali karena merasa terancam oleh keharusan untuk berinteraksi dengan orang lain, dan lain lain.

  • Kebutuhan rasa cinta, yaitu kebutuhan untuk memiliki dan dimiliki,antara lain memberi serta menerima kasihsayang,kehangatan,dan persahabatan, mendapat tempat dalam keluarga serta kelompok sosial, dan lain lain.
  • Kebutuhan akan harga diri maupun perasaan dihargai oleh orang lain, terkait dengan keinginan untuk mendapatkan kekuatan serta mendapatkan prestasi, rasa percaya diri, dan,kemerdekaan diri. Selain itu, orang juga memerlukan pengakuan dari orang lain.
  • Kebutuhan aktualisasi diri merupakan kebutuhan teringgi dalam hierarki Maslow,berupa kebutuhan untuk berkontribusi pada orang lain/lingkungan serta mencapai potensi diri sepenuhnya.



Jumat, 29 Mei 2015

IUFD (Intra Uterine Fetal Deadth)

IUFD ( Intra Uterine Fetal Deadth)

A. Pengertian IUFD
        IUFD adalah keadaan tidak adanya tanda-tanda kehidupan janin dalam kandungan baik pada kehamilan yang besar dari 20 minggu atau kurang dari 20 minggu (Rustam Muchtar, 1998)
        IUFD adalah kematian hasil konsepsi sebelum dikeluarkan dengan sempurna dari rahim ibunya tanpa memandang tuanya kehamilan (Sarwono, 2005) Intra Uterine Fetal death ( IUFD) adalah terjadinya kematian janin ketika masih berada dalam rahim yang beratnya 500 gram dan atau usia kehamilan 20 minggu atau lebih.
       IUFD atau stilbirth adalah kelahiran hasil konsepsi dalam keadaan mati yang telah mencapai umur kehamilan 28 minggu (atau berat badan lahir lebih atau sama dengan 1000gr). IUFD adalah keadaan tidak adanya tanda-tanda kehidupan janin dalam kandungan. Kematian janin dalam kandungan (KJDK) atau intra uterine fetal deadth (IUFD). Kematian janin dapat terjadi dan biasanya berakhir dengan abortus. Bila hasil konsepsi yang sudah mati tidak dikeluarkan dan tetap tinggal dalam rahim disebut missed abortion. Sesudah 20 minggu biasanya ibu telah merasakan gerakan janin sejak kehamilan 20 minggu. Apabila wanita tidak merasakan gerakan janin dapat disangka terjadi kematian dalam rahim.

B. Etiologi IUFD
Penyebab IUFD antara lain:

1.      Faktor plasenta
a. Insufisiensi plasenta
b. Infark plasenta
c. Solusio plasenta
d. Plasenta previa

2.      Faktor ibu
a. Diabetes mellitus
b. Preeklampsi dan eklampsi
c. Nefritis kronis
d. Polihidramnion dan oligohidramnion
e. Shipilis
f. Penyakit jantung
g. Hipertensi
h. Penyakit paru atau TBC
i. Inkompatability rhesus
j. AIDS

3.      Faktor intrapartum
a. Perdarahan antepartum
b. Partus lama
c. Anastesi
d. Partus macet
e. Persalinan presipitatus
f. Persalinan sungsang
g. Obat-obatan

4.      Faktor janin
a. Prematuritas
b. Postmaturitas
c. Kelainan bawaan
d. Perdarahan otak
5.      Faktor tali pusat
a. Prolapsus tali pusat
b. Lilitan tali pusat
c. Vassa praevia
d. Tali pusat pendek

Kecuali itu, ada berbagai penyebab yang bisa mengakibatkan kematian janin di kandungan, diantaranya:
1.      Ketidakcocokan rhesus darah ibu dengan janin
         Akan timbul masalah bila ibu memiliki rhesus negatif, sementara bapak rhesus positif. Sehingga anak akan mengikuti yang dominan, menjadi rhesus positif. Akibatnya antara ibu dan janin mengalami ketidakcocokan rhesus. Ketidakcocokan ini akan mempengaruhi kondisi janin tersebut. Misalnya, dapat terjadi hidrops fetalis  (reaksi imunologis yang menimbulkan gambaran klinis pada janin, antara lain pembengkakan pada perut akibat terbentuknya cairan berlebih dalam rongga perut (asites), pembengkakan kulit janin, penumpukan cairan di dalam rongga dada atau rongga jantung, dan lain-lain).

2.      Ketidakcocokan golongan darah antara ibu dan janin.
         Terutama pada golongan darah A,B,O. "Yang kerap terjadi antara golongan darah anak A atau B dengan ibu bergolongan O atau sebaliknya." Sebab, pada saat masih dalam kandungan, darah ibu dan janin akan saling mengalir lewat plasenta. Bila darah janin tidak cocok dengan darah ibunya, maka ibu akan membentuk zat antibodinya.

3.      Gerakan janin berlebihan
         Gerakan bayi dalam rahim yang sangat berlebihan, terutama jika terjadi gerakan satu arah saja. karena gerakannya berlebihan, terlebih satu arah saja, maka tali pusat yang menghubungkan janin dengan ibu akan terpelintir. Kalau tali pusat terpelintir, maka pembuluh darah yang mengalirkan plasenta ke bayi jadi tersumbat.

4.      Berbagai penyakit pada ibu hamil
         Salah satu contohnya preeklampsia dan diabetes. Itulah mengapa pada ibu hamil perlu dilakukan cardiotopografi (CTG) untuk melihat kesejahteraan janin dalam rahim.

5.      Kelainan kromosom
         Bisa disebut penyakit bawaan, misalnya, kelainan genetik berat trisomy. Kematian janin akibat kelainan genetik biasanya baru terdeteksi saat kematian sudah terjadi, yaitu dari otopsi bayi.

6.      Trauma saat hamil
         Trauma bisa mengakibatkan terjadi solusio plasenta. Trauma terjadi, misalnya, karena benturan pada perut, karena kecelakaan atau pemukulan. Benturan ini bisa mengenai pembuluh darah di plasenta, sehingga timbul perdarahan di plasenta.

7.      Infeksi materna
         Ibu hamil sebaiknya menghindari berbagai infeksi, seperti infeksi akibat bakteri maupun virus. Demam tinggi pada ibu hamil bisa menyebabkan janin mati.

8.      Kelainan bawaan bayi
         Kelainan bawaan pada bayi sendiri, seperti jantung atau paru-paru, bisa mengakibatkan kematian di kandungan.

C. Patofisiologi
        Janin bisa juga mati di dalam kandungan (IFUD) karena beberapa faktor antara lain gangguan gizi dan anemia dalam kehamilan, hal tersebut menjadi berbahaya karena suplai makanan yang di konsumsi ibu tidak mencukupi kebutuhan janin. Serta anemia, karena anemia disebabkan kekurangan Fe maka dampak pada janin adalah irefersibel. Kerja organ – organ maupu aliran darah janin tidak seimbang dengan pertumbuhan janin.

D. Manifestai Klinik
1.      DJJ tidak terdengar
2.      Uterus tidak membesar, fundus uteri turun
3.      Pergerakan anak tidak teraba lagi
4.      Palpasi anak tidak jelas
5.      Reaksi biologis menjadi negative, setelah anak mati kurang lebih 10 hari
6.      Pada rongen dapat dilihat adanya
ü  tulang-tulang tengkorak tutup menutupi
ü  tulang punggung janin sangat melengkung
ü  hiperekstensi kepala tulang leher janin
ü  ada gelembung-gelembung gas pada badan janin
ü  bila janin yang mati tertahan 5 minggu atau lebih, kemungkinan Hypofibrinogenemia 25%


E. Klasifikasi
Kematian  janin dapat dibagi menjadi 4 golongan yaitu :
a.       golongan I    : kematian sebelum masa kehamilan mencapai 20 minggu penuh
b.      golongan II  : kematian sesudah ibu hamil 20-28 minggu
c.       golongan III : kematian sesudah masa kehamilan  > 28 minggu (late fetal death)
d.      golongan IV : kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga golongan diatas.


F. Faktor Resiko
1.      Status sosial ekonomi rendah
2.      Tingkat pendidikan Ibu yang rendah
3.      Usia Ibu > 30 tahun atau < 20 tahun
4.      Partus pertama dan partus kelima atau lebih
5.      Kehamilan tanpa pengawasan antenatal
6.      Kehamilan tenpa riwayat pengawasan kesehatan Ibu yang inadekuat
7.      Riwayat kehamilan dengan komplikasi medic atau Obstetrik.
8.      Faktor ibu (High Risk Mothers) :
            •   tinggi dan BB ibu tidak proporsional
            •  kehamilan di luar perkawinan
            •  ganggguan gizi dan anemia dalam kehamilan
            •  ibu dengan riwayat kehamilan / persalinan sebelumnya tidak baik seperti bayi lahir mati
            • riwayat inkompatibilitas darah janin dan ibu
9.      Faktor Bayi (High Risk Infants)
            • bayi dengan infeksi antepartum dan kelainan congenital
            • bayi dengan diagnosa IUGR (Intra Uterine Growth Retardation)
            • bayi dalam keluarga yang mempunyai problema social

10.  Faktor yang berhubungan dengan kehamilan
            • abrupsio plasenta
            • plasenta previa
            • pre eklamsi / eklamsi
            • polihidramnion
            • inkompatibilitas golongan darah
            • kehamilan lama
            • kehamilan ganda
            • infeksi
            • diabetes
            • genitourinaria

G. Diagnosa dan Diagnosa Banding

        1. Anamnesis
        Ibu tidak merasakan gerakan janin dalam beberapa hari, atau gerakan janin sangat berkurang. Ibu merasakan perutnya tidak bertambah besar, bahkan bertambah kecil atau kehamilan tidak seperti biasanya. Atau wanita belakangan ini merasakan perutnya sering menjadi keras dan merasakan sakit seperti mau melahirkan.

2. Inspeksi
         Tidak terlihat gerakan-gerakan janin, yang biasanya dapat terlihat terutama pada ibu yang kurus.

3. Palpasi
        Tinggi fundus lebih rendah dari seharusnya tua kehamilan, tidak teraba gerakanan janin. Dengan palpasi yang teliti, dapat dirasakan adanya krepitasi pada tulang kepala janin.

4. Auskultasi
       Baik memamakai setetoskop monoral maupun dengan dopler tidak terdengar terdengar DJJ.

5. Reaksi kehamilan
        Reaksi kehamilan baru negatif setelah beberapa minggu janin mati dalam kandungan.

6.      Rontgen Foto Abdomen
Adanya akumulasi gas dalam jantung dan pembuluh darah besar janin
Tanda Nojosk : adanya angulasi yang tajam tulang belakang janin.
Tanda Gerhard : adanya hiperekstensi kepala tulang leher janin
Tanda Spalding : overlaping tulang-tulang kepala (sutura) janin
Disintegrasi tulang janin bila ibu berdiri tegak
Kepala janin kelihatan seperti kantong berisi benda padat.

H. Penatalaksanaan
a.       Terapi
1.      Selama menunggu diagnosa pasti, ibu akan mengalami syok dan ketakutan memikirkan bahwa bayinya telah meninggal. Pada tahap ini bidan berperan sebagai motivator untuk meningkatkan kesiapan mental ibu dalam menerima segala kemungkinan yang ada.

2.      Diagnosa pasti dapat ditegakkan dengan berkolaborasi dengan dokter spesialis kebidanan melalui hasil USG dan rongen foto abdomen, maka bidan seharusnya melakukan rujukan.

3.      Menunggu persalinan spontan biasanya aman, tetapi penelitian oleh Radestad et al (1996) memperlihatkan bahwa dianjurkan untuk menginduksi sesegera mungkin setelah diagnosis kematian in utero. Mereka menemukan hubungan kuat antara menunggu lebih dari 24 jam sebelum permulaan persalinan dengan gejala kecemasan. Maka sering dilakukan terminasi kehamilan.

    a)      Pengakhiran kehamilan  jika ukuran uterus tidak lebih dari 12 minggu kehamilan.
Persiapan:
ü  Keadaan memungkinkan yaitu Hb > 10 gr%, tekanan darah baik.
ü  Dilakukan pemeriksaan laboratorium, yaitu:pemeriksaan trombosit, fibrinogen, waktu pembekuan, waktu perdarahan, dan waktu protombin.
Tindakan:
ü  Kuretasi vakum
ü  Kuretase tajam
ü  Dilatasi dan kuretasi tajam.

      b)      Pengakhiran kehamilan  jika ukuran uterus lebih dari 12 minggu sampai 20 minggu.
Misoprostol 200mg intravaginal, yang dapat diulangi 1 kali 6 jam sesudah pemberian pertama.
Pemasangan batang laminaria 12 jam sebelumnya. Kombinasi pematangan batang laminaria dengan misoprostol atau pemberian tetes oksitosin 10 IU dalam 500 cc dekstrose 5% mulai 20 tetes per menit sampai maksimal 60 tetes per menit.
Catatan: dilakukan kuretase bila masih terdapat jaringan.

     c)      Pengakhiran kehamilan  jika lebih dari 20 – 28 minggu.
Misoprostol 100 mg intravaginal, yang dapat diulangi 1 kali 6 jam sesudah pemberian pertama. Pemasangan batang laminaria selama 12 jam. Pemberian tetes oksitosin 5 IU dalam dekstrose 5% mulai 20 tetes per menit sampai maksimal 60 tetes per menit. Kombinasi cara pertama dan ketiga untuk janin hidup maupun janin mati. Kombinasi cara kedua dan ketiga untuk janin mati.
Catatan: dilakukakan histerotomi bila upaya melairkan pervaginam dianggap tidak berhasil atau atas indikasi ibu, dengan sepengetahuan konsulen.

     d)     Pengakhiran kehamilan  jika lebih dari 28 minggu kehamilan.
Misoprostol 50 mg intravaginal, yang dapat diulangi 1 kali 6 jam sesudah pemberian pertama. Pemasangan metrolisa 100 cc 12 jam sebelum induksi untuk pematangan  serviks (tidak efektif bila dilakukan pada KPD). Pemberian tetes oksitosin 5 IU dalam dekstrose 5% mulai 20 tetes per menit sampai maksimal 60 tetes untuk primi dan multigravida, 40 tetes untuk grande multigravida sebanyak 2 labu. Kombinasi ketiga cara diatas.
Catatan: dilakukan SC bila upaya melahirkan pervaginam tidak berhasil, atau bila didapatkan indikasi ibu maupun janin untuk menyelesaikan persalinan.

b.      Periksa ulangan (follow up)
Dilakukan kunjungan rumah pada hari ke 2, 6, 14, atau 40 hari. Dilakukan pemeriksaan nifas seperti biasa. Mengkaji ulang tentang keadaan psikologis, keadaan laktasi (penghentian ASI), dan penggunaan alat kontrasepsi.

I. Dampak
        Kematian janin dalam kandungan 3-4 minggu, biasanya tidak membahayakan ibu. Setelah lewat 4 minggu maka kemungkinan terjadinya kelainan darah (hipo-fibrinogenemia) akan lebih besar karena itu pemeriksaan pembekuan darah harus dilakukan setiap minggu setelah diagnosis ditegakkan. Bila terjadi fibrinogenemia., bahayanya adalah perdarahan post partum. Terapinya adalah dengan pemberian darah segar atau fibrinogen.
            Dampak lainnya yaitu, Trauma emosional yang berat menjadi bila antara kematian janin dan persalinan cukup lama, dapat terjadi infeksi bila ketuban pecah, dapat terjadi koagulopati bila kematian janin berlangsung lebih dari 2 minggu.

J. Jenis – Jenis Persalinan Untuk Janin Mati
1.      Pertolongan persalinan dengan perforasi kronioklasi
Perforasi kronioklasi merupakan tindakan beruntun yang dilakukan pada bayi yang meninggal di dalam kandunagan untuk memperkecil kepala janin dengan perforation dan selanjutnya menarik kepala janin (dengan kranioklasi) tindakan ini dapat dilakukan pada letak kepala oleh letak sungsang dengan kesulitan persalinan kepala. Dngan kemajuan pengawasan antenatal yang baik dan system rujukan ke tempat yang lebih baik, maka tindakan proferasi dan kraioklasi sudah jarang dilakukan. Bahaya tindakan proferasi dan kraniioklasi adalah perdarahan infeki, trauma jalan lahir dan yang paling berat ruptira uteri( pecah robeknya jalan lahir).

2.      Pertolongan persalinan dengn dekapitasi
Letak lintang mempunyai dan merupakan kedudukan yang sulit untuk dapat lahir normal pervaginam. Gegagalan pertolongan pada letak lintang menyebabkan kematian janin, oleh karena itu kematian janin tidak layak dilkukan dengan seksio sesaria kecuali pada keadaan khusus seperti plasenta previa totalis, kesempitan panggul absolute. Perslinan di lakukan dengan jalan dekapitasi yaitu dengan memotong leher janin sehingga badan dan kepala janin dapat di lahirkan.

3.      Pertolongan persalinan dengan eviserasi
Eviserasi adalah tindakan operasi dengan mengeluarkan lebih dahulu isi perut dan paru (dada) sehingga volume janin kecil untuk selanjutnya di lahirkan.
Eviserasi adalah operasi berat yang berbahaya karena bekerja di ruang sempit untuk memperkecil volume janin bahaya yang selalu mengancam adalah perdarahan,infeksi dan trauma jalan lahir dengan pengawasan antalnatal yang baik, situasi kehamilan dengan letek lintang selalu dapat di atasi dengan versi luar atau seksio sesaria.

4.      Pertolongan persalinan dengan kleidotomi
Kleidotomi adalah memotong tulang klavikula (tulang selangka) sehingga volume bahu mengecil untuk dapat melahirkan bahu. Kleidotomi masih dapat dilakukan pada anak hidup, bila diperlukan pada keadaan gangguan persalinan bahu pada anak yang besar.

Plasenta Previa

PLASENTA PREVIA

A. Pengertian Plasenta Previa
      Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu terletak pada segmen bawah uterus sehingga dapat menuutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir. Pada keadaan normal plasenta terletak di bagian atas uterus.
     Plasenta Previa adalah Plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (Wiknjosostro, 2005).
     Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir.
     Plasenta previa merupakan plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (ostium uteri internum) (Akbid Bustanul Langsa , 2008).

B. Klasifikasi Plasenta Previa
Klasifikasi plasenta previa yaitu :
a.  Plasenta previa totalis adalah apabila Ostium interna tertutup seluruhnya oleh plasenta
b.  Plasenta previa parsial adalah apabila Ostium interna tertutup sebagian oleh plasenta
c.  Plasenta previa marginal adalah apabila tepi plasenta berada pada batas ostium intern
d.  Plasenta letak rendah adalah apabila plasenta berimplantasi pada segmen bawah rahim dimana tepi plasenta tidak mencapai ostium interna, tetapi berdekatan dengan ostium tersebut atau bila plasenta berada 3-4 cm diatas pinggir pembukaan jalan lahir (Sarwono Prawiirohardjo, 1999: 365 ; AKBID Bustanul Ulum Langsa, 2008 ; Hanafiah, 2004 ; Yoseph, 1996 ; Agung Hidayat, 2009 ; F. Gary Cunningham dkk, 2005).

Klasifikasi plasenta previa sebagian besar akan bergantung pada pembukaan serviks saat diperiksa. Sebagai contoh, pada plasenta letak rendah pada pembukaan 2 cm dapat menjadi plasenta previa parsial pada pembukaan 8 cm karena karena servik yang berlatasi akan memajankan plasenta. Sebaliknya, plasenta previa yang tampak total sebelum pembukaan serviks dapat menjadi parsial pada pembukaan 4 cm karena serviks berdilatasi di luar tepi plasenta.

C. Etiologi
       Penyebab plasenta previa secara pasti sulit ditentukan. Plasenta previa sering dihubungkan dengan multipara, gestasi berkali-kali, umur kehamilan dini, kelahiran dengan sesarea sebelumnya, abortus, dan mungkin merokok.Tetapi mengapa plasenta tumbuh pada segmen bawah uterus masih sulit diterangkan. Banyak pendapat tentang penyebab plasenta previa misalnya vaskularisasi yang berkurang atau perubahan atrofi pada dosidua akibat persalinan yang lampau. Tetapi hal tersebut tidak selalu benar. Dapat dimengerti bahwa apabila aliran darah ke plasenta tidak cukup atau diperlukan lebih banyak seperti pada kehamilan kembar, plasenta yang letaknya normal sekalipun akan meluaskan permukaannya, sehingga mendekati atau menutupi sama sekali pembukaan jalan lahir (Sarwono Prawiirohardjo, 1999 ; Lusa, 2010 ; Yuwielueninet, 2008 ; Wiknjosostro, 2005).
     Dari penelitian diketahui usia ibu yang lanjut meningkatkan resiko plasenta previa. Lebih dari 169.000 kelahiran di Parkland Hospital dari tahun 1988 sampai 1999, insiden plasenta previa meningkat secara bermakna di setiap kelompok usia. Dari insiden plasenta previa diketahui terjadi pada 1 dari 1500 wanita berusia 19 tahun atau kurang dan 1 dari 100 wanita berusia lebih dari 35 tahun. Frederiksen dkk memperkirakan bahwa hal ini disebabkan oleh bergesernya usia populasi obstetris ke arah yang lebih tua (F. Gary Cunningham dkk, 2006).      

D. Gambaran Klinis
      Kejadian yang paling khas pada plasenta previa adalah perdarahan tanpa nyeri yang biasanya baru terlihat setelah kehamilan mendekati akhir trimester kedua atau sesudahnya. Namun demikian, banyak peristiwa abortus mungkin terjadi akibat lokasi abnormal plasenta yang sedang tumbuh. Sering perdarahan akibat plasenta previa terjadi tanpa tanda-tanda peringatan pada wanita hamil yang sebelumnya tampak sehat-sehat saja. Perdarahan dapat terjadi selagi penderita tidur atau bekerja biasa, perdarahan pertama biasanya tidak banyak, sehingga tidak akan berakibat fatal. Perdarahan ini biasanya berhenti spontan namun kemudian kambuh. Pada sebagian kasus terutama pada mereka yang plasentanya tertanam dekat tetapi tidak menutupi os serviks, perdarahan belum terjadi sampai persalinan dimulai. Janin mungkin masih hidup atau sudah mati, tergantung banyaknya perdarahan, sebagian besar kasus, janinnya masih hidup. Tidak nyeri dan perdarahan pervaginam berwarna merah terang pada umur kehamilan trimester kedua atau awal trimester ketiga merupakan tanda utama plasenta previa (Sarwono Prawiirohardjo, 1999 ; Yuwielueninet, 2008 ; Hanafiah, 2004).

E. Diagnosis Plasenta Previa
        Diagnosis ditegakkan dengan adanya gejala-gejala klinis dan beberapa pemeriksaan :

   1.    Anamnesis
        Gejala pertama  ialah perdarahan pada kehamilan setelah 22 minggu atau pada kehamilan lanjut (trimester III). Sifat perdarahannya tanpa sebab (causeless), tanpa nyeri (painless), dan berulang (recurrent). Perdarahan timbul sekonyong-konyong tanpa sebab apapun. Kadang-kadang perdarahan terjadi sewaktu bangun tidur, pagi hari tanpa disadari tempat tidur sudah penuh darah. Perdarahan cenderung berulang dengan volume yang lebih banyak sebelumnya.

2.    Pemeriksaan Luar
       Bagian terbawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul. Apabila presentasi kepala, biasanya kepalanya masih terapung di atas pintu atas panggul atau mengolak ke samping, dan sukar didorong ke dalam pintu atas panggul. Biasanya tidak ada kontraksi uterus. Tidak jarang terdapat kelainan letak janin, seperti letak lintang atau letak sungsang.

3.    Pemeriksaan inspekulo
       Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum atau dari kelainan serviks dan vagina. Apabila perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum maka perlu dicurigai adanya plasenta previa.

4.    Penentuan letak plasenta tidak langsung
       Penentuan letak plasenta secara tidak langsung dapat dilakukan dengan radiografi, radioisotope, dan ultrasonografi. Nilai diagnostiknya cukup tinggi di tangan ahli. Akan tetapi ibu dan janin dihadapkan pada bahaya radiasi yang cukup tinggi pula, sehingga cara ini juga mulai ditinggalkan.

5.    Penentuan plasenta secara langsung
       Untuk menegakkan diagnosis secara tepat tentang adanya dan jenis plasenta previa adalah dengan langsung meraba plasenta melalui kanaliis servikalis. Akan tetapi pemeriksaan ini sangat berbahaya karena dapat menimbulkan perdarahan yang banyak.
(Hanafiah, 2004 ; Sarwono Prawiirohardjo, 1999 ; Yuwielueninet, 2008)

6.      Pemeriksaan dengan USG
         Pemeriksaan untuk mengetahui letak plasenta, selalu dapat diketahui dengan USG (F. Gary Cunningham dkk, 2006).

F. Penatalaksanaan Plasenta Previa

1.    Prinsip dasar penanganan
    Penanganan pada plasenta previa terdiri dari penanganan konservatif dan penanganan aktif.
       a.    Penanganan Konservatif
    Tujuan penanganan konservatif ini supaya janin tidak terlahir premature, penderita dirawat tanpa melakukan pemeriksaan dalam melalui kanalis servisis. Setiap ibu dengan perdarahan antepartum harus segera dikirim ke rumah sakit yang memiliki fasilitas melakukan tranfusi darah dan operasi.           Perdarahan yang terjadi pertama kali sekali bahkan tidak pernah menyebabkan kematian asal sebelumnya tidak diperiksa dalam. Biasanya masih terdapat cukup waktu untuk mengirimkan penderita ke rumah sakit, sebelum terjadi perdarahan berikutnya yang biasanya volumenya lebih banyak daripada sebelumnya (dr Abadi Gunawan, SpOG, 2004 ; Sarwono Prawiirohardjo, 1999).
Perawatan konservatif berupa :
a.    Lakukan rawat inap, tirah baring dan berikan antibiotic profilaksis
b.    Lakukan pemeriksaan USG untuk mengetahui implantasi plasenta serta lakukan pemeriksaan Hb dan hematokrit.
c.    Bila perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 minggu masih lama, pasien dapat dipulang untuk rawat jalan (Yuwielueninet, 2008).

Syarat-syarat terapi ekspektif :
•  Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti.
•  Belum ada tanda-tanda in partu.
•  Keadaan umum ibu cukup baik.
•  Janin masih hidup (Yuwielueninet, 2008).

Bila pasien dalam keadaan syok karena pendarahan yang banyak, harus segera diperbaiki keadaan umumnya dengan pemberian infus atau tranfusi darah. Selanjutnya penanganan plasenta previa bergantung pada :
•       Keadaan umum pasien, kadar Hb
•       Jumlah perdarahan yang terjadi
•       Umur kehamilan/taksiran BB janin
•       Jenis plasenta previa
•       Paritas clan kemajuan persalinan (dr.Abadi Gunawan, SpOG,  2004)

Bila selama 3 hari tidak terjadi perdarahan setelah melakukan perawatan konservatif maka lakukan mobilisasi bertahap. Pasien dipulangkan bila tetap tidak ada perdarahan. Bila timbul perdarahan segera bawa ke rumah sakit dan tidak boleh melakukan senggama.

     b.    Penanganan Aktif
            Kalau perdarahan yang terjadi dapat membahayakan ibu atau janin, maka penanganan pasif harus ditinggalkan. Penanganan aktif berupa persalinan per vaginam dan persalinan per abdominal. Dalam hal ini pemeriksaan dalam harus dilakukan di meja operasi dalam keadaan siap operasi (Sarwono Prawiirohardjo, 1999).
            Wanita hamil diatas 22 minggu dengan perdarahan pervagina yang aktif dan banyak, harus segera ditatalaksanakan secara aktif tanpa memandang moturitus janin. Wanita hamil diatas 22 minggu dengan perdarahan pervagina yang aktif dan banyak, harus segera ditatalaksanakan secara aktif tanpa memandang usia kehamilan. Lakukan PDMO jika:
a.    Infus 1 transfusi telah terpasang.
b.    Kehamilan > 37 minggu ( berat badan > 2500 gram ) dan inpartu.
c.    Janin telah meninggal atau terdapat anomali kongenital mayor, sepertianesefali.
d.   Perdarahan dengan bagian terbawah janin telah jauh melewati pintu atas panggul ( 2/5 atau 3/5 pada palpasi luar)
(Yuwielueninet, 2008)


2.    Memilih cara persalinan
       Pada umumnya memilih cara persalinan yang terbaik tergantung dari klasifikasi palsenta previa, paritas, dan banyaknya perdarahan. Beberapa hal lain yang harus diperrhatikan adalah apakah penderita pernah dilakukan pemeriksaan dalam atau penderita sudah mengalami infeksi (Sarwono Prawiirohardjo, 1999).
      Plasenta previa totalis merupakan indikasi mutllak untuk seksio sesarea tanpa menghiraukan factor lain. Plasenta previa parsialis pada primigravida sangat cenderung untuk SC. Perdarahan yang banyak dan berulang merupakan indikasi mutlak untuk SC karena perdarahan tersebut biasanya disebabkan oleh plasenta previa yang lebih tinggi derajatnya daripada apa yang ditemukan pada pemeriksaan dalam (F. Gary Cunningham dkk, 2006).
      Multigravida dengan plasenta letak rendah, plasenta previa marginalis atau plasenta previa parsialis pada pembukaan lebih dari 5 cm dapat ditanggulangi dengan pemecahan selaput ketuban. Akan tetapi apabila ternyata pemecahan selaput ketupan tidak mengurangi perdarahan yang timbul maka seksio sesarea harus dilakukan.
Prinsip utama dalam melakukan seksio sesarea adalah untuk menyelamatkan ibu, sehingga walaupun janin meninggal atau tak punya harapan untuk hidup, tindakan ini tetap dilakukan.

Tujuan seksio sesarea :
a.    Melahirkan janin dengan segera sehingga uterus dapat segera berkontraksi dan menghentikan perdarahan. Tempat implantasi plasenta previa terdapat banyak vaskularisasi sehingga serviks uteri dan segmen bawah rahim menjadi tipis dan mudah robek. Selain itu, bekas tempat implantasi plasenta sering menjadi sumber perdarahan karena adanya vaskularisasi dan susunan serabut otot dengan korpus uteri.
b.    Menghindarkan kemungkinan terjadinya robekan pada serviks uteri, jika janin dilahirkan pervaginam.
c.    Persiapan darah pengganti untuk stabilisasi dan pemulihan kondisi ibu dan perawatan lanjut pasca bedah termasuk pemantauan perdarahan, infeksi, dan keseimbangan cairan masuk-keluar (Sarwono Prawirohardjo, 2005).


G. Komplikasi Plasenta Previa
1.    Perdarahan yang dapat menyebabkan shock bahkan kematian.
2.    Lahir premature. Plasenta previa dapat menyebabkan lahir premature.
3.    Plasenta akreta. Pada kondisi ini, plasenta implantasi terlalu dalam dan kuat pada dinding uterin, yang menyebabkan sulitnya plasenta terlepas secara spontan plasenta saat melahirkan. Hal ini dapat menyebabkan perdarahan hebat dan perlu operasi histerektomi. Keadaan ini jarang, tetapi sangat khas mempengaruhi wanita dengan plasenta previa atau wanita dengan sesar sebelumnya atau operasi uterus lainnya.
4.    Prolaps tali pusat.
5.    Prolaps plasenta.
6.    Robekan-robekan jalan lahir karena tindakan.
7.    Perdarahan post portum.
8.    Infeksi karena perdarahan yang banyak.
(Lusa, 2010).


H. Prognosis
Karena dahulu penanganan relatif bersifat konservatif, maka mortalitas dan morbiditas ibu dan bayi tinggi, mortalitas ibu mencapai 8-10 % dan mortalitas janin 50-80%. Sekarang penanganan relatif bersifat operatif dini, maka angka kematian ibu dan janin dapat ditekan (.Sarwono Prawiirohardjo,2005).

Preeklamsia

PREEKLAMSIA

A.    Pengertian Preeklampsia
      Pre-eklampsia dalam kehamilan adalah apabila dijumpai tekanan darah 140/90 mmHg setelah kehamilan 20 minggu (akhir triwulan kedua sampai triwulan ketiga) atau bisa lebih awal terjadi.
Pre-eklampsia adalah salah satu kasus gangguan kehamilan yang bisa menjadi penyebab kematian ibu. Kelainan ini terjadi selama masa kehamilan, persalinan, dan masa nifas yang akan berdampak pada ibu dan bayi.
     Hipertensi (tekanan darah tinggi) di dalam kehamilan terbagi atas pre-eklampsia ringan, preklampsia berat, eklampsia, serta superimposed hipertensi (ibu hamil yang sebelum kehamilannya sudah memiliki hipertensi dan hipertensi berlanjut selama kehamilan). Tanda dan gejala yang terjadi serta tatalaksana yang dilakukan masing-masing penyakit di atas tidak sama.

B.     Etiologi Preeklampsia
    Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Secara teoritik urutan urutan gejala yang timbul pada preeklamsi ialah edema, hipertensi, dan terakhir proteinuri. Sehingga bila gejala-gejala ini timbul tidak dalam urutan diatas dapat dianggap bukan preeklamsi.
    Dari gejala tersebut timbur hipertensi dan proteinuria merupakan gejala yang paling penting. Namun, penderita serinhkali tidak merasakan perubahan ini. Bila penderita sudah mengeluh adanya gangguan nyeri kepala, gangguan penglihatan atau nyeri epigastrium, maka penyakit ini sudah cukup lanjut.

C.    Faktor Risiko Preeklamsia
• Kehamilan pertama
• Riwayat keluarga dengan pre-eklampsia atau eklampsia
• Pre-eklampsia pada kehamilan sebelumnya
• Ibu hamil dengan usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
• Wanita dengan gangguan fungsi organ (diabetes, penyakit ginjal, migraine, dan tekanan darah      tinggi)
• Kehamilan kembar

D.    Gambaran Klinis Preeklampsia
a. Gejala subjektif
    Pada preeklampsia didapatkan sakit kepala di daerah frontal, skotoma, diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah-muntah. Gejala-gejala ini sering ditemukan pada preeklampsia yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa eklampsia akan timbul. Tekanan darah pun akan meningkat lebih tinggi, edema dan proteinuria bertambah meningkat.

b. Pemeriksaan fisik
    Pada pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan meliputi; peningkatan tekanan sistolik 30mmHg dan diastolik 15 mmHg atau tekanan darah meningkat lebih dari 140/90mmHg. Tekanan darah pada preeklampsia berat meningkat lebih dari 160/110 mmHg dan disertai kerusakan beberapa organ. Selain itu kita juga akan menemukan takikardia, takipnu, edema paru, perubahan kesadaran, hipertensi ensefalopati, hiperefleksia, pendarahan otak.

E.     Patofisiologi Preeklampsia
       Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan patologis pada sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme dan iskemia. Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat mengalami peningkatan respon terhadap berbagai substansi endogen (seperti prostaglandin, tromboxan) yang dapat menyebabkan vasospasme dan agregasi platelet.                Penumpukan trombus dan pendarahan dapat mempengaruhi sistem saraf pusat yang ditandai dengan sakit kepala dan defisit saraf lokal dan kejang. Nekrosis ginjal dapat menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus dan proteinuria. Kerusakan hepar dari nekrosis hepatoseluler menyebabkan nyeri epigastrium dan peningkatan tes fungsi hati. Manifestasi terhadap kardiovaskuler meliputi penurunan volume intravaskular, meningkatnya cardiac output dan peningkatan tahanan pembuluh perifer. Peningkatan hemolisis microangiopati menyebabkan anemia dan trombositopeni. Infark plasenta dan obstruksi plasenta menyebabkan pertumbuhan janin terhambat bahkan kematian janin dalam rahim. Perubahan pada organ-organ:

1)      Perubahan kardiovaskuler.
    Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada preeklampsia dan eklampsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan peningkatan afterload jantung akibat hipertensi, preload jantung yang secara nyata dipengaruhi oleh berkurangnya secara patologis hipervolemia kehamilan atau yang secara iatrogenik ditingkatkan oleh larutan onkotik atau kristaloid intravena, dan aktivasi endotel disertai ekstravasasi ke dalam ruang ektravaskular terutama paru.

2)      Metabolisme air dan elektrolit
    Hemokonsentrasi yang menyerupai preeklampsia dan eklampsia tidak diketahui penyebabnya. Jumlah air dan natrium dalam tubuh lebih banyak pada penderita preeklampsia dan eklampsia daripada pada wanita hamil biasa atau penderita dengan hipertensi kronik. Penderita preeklampsia tidak dapat mengeluarkan dengan sempurna air dan garam yang diberikan. Hal ini disebabkan oleh filtrasi glomerulus menurun, sedangkan penyerapan kembali tubulus tidak berubah. Elektrolit, kristaloid, dan protein tidak menunjukkan perubahan yang nyata pada preeklampsia. Konsentrasi kalium, natrium, dan klorida dalam serum biasanya dalam batas normal.

3)      Mata
    Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Selain itu dapat terjadi ablasio retina yang disebabkan oleh edema intra-okuler dan merupakan salah satu indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan. Gejala lain yang menunjukan tanda preeklampsia berat yang mengarah pada eklampsia adalah adanya skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan preedaran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau di dalam retina.

4)      Otak
    Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada korteks serebri, pada keadaan yang berlanjut dapat ditemukan perdarahan.

5)      Uterus
   Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan pada plasenta, sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada preeklampsia dan eklampsia sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaan terhadap rangsangan, sehingga terjadi partus prematur.

6)      Paru-paru
    Kematian ibu pada preeklampsia dan eklampsia biasanya disebabkan oleh edema paru yang menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa juga karena terjadinya aspirasi pneumonia, atau abses paru.

F.     Diagnosis Preeklampsia
    Diagnosis preeklampsia dapat ditegakkan dari gambaran klinik dan pemeriksaan laboratorium. Dari hasil diagnosis, maka preeklampsia dapat diklasifikasikan menjadi dua golongan yaitu:

1) Preeklampsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:
• Tekanan darah 140/90 mmHg, atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih, atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih setelah 20 minggu kehamilan dengan riwayat tekanan darah normal.
• Proteinuria kuantitatif ≥ 0,3 gr perliter atau kualitatif 1+ atau 2+ pada urine kateter ataumidstream.

2) Preeklampsia berat, bila disertai keadaan sebagai berikut:
• Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
• Proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau kualitatif 3+ atau 4+.
• Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam.
• Adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, dan rasa nyeri di epigastrium.
• Terdapat edema paru dan sianosis
• Trombositopeni
• Gangguan fungsi hati
• Pertumbuhan janin terhambat


G.    Penatalaksanaan Preeklampsia
     Diagnosis dini, supervisi medikal yang ketat, waktu persalinan merupakan persyaratan yang mutlak dalam penatalaksanaan preeklamsi. Persalinan merupakan pengobatan yang utama. Setelah diagnosis ditegakkan, penatalaksanaan selanjutnya harus berdasarkan evaluasi awal terhadap kesejahteraan ibu dan janin. Berdasarkan hal ini, keputusan dalam penatalaksanaan dapat ditegakkan, yaitu apakah hospitalisasi, ekspektatif atau terminasi kehamilan serta harus memperhitungkan beratnya penyakit, keadaan ibu dan janin, dan usia kehamilan. Tujuan utama pengambilan strategi penatalaksanaan adalah keselamatan ibu dan kelahiran janin hidup yang tidak memerlukan perawatan neonatal lebih lanjut dan lama.
Penatalaksanaa pada preeklamsi dibagi berdasarkan beratnya preeklamsi, yaitu :
1.    Preeklamsi ringan
            Pada preeklamsi ringan, observasi ketat harus dilakukan untuk mengawasi perjalanan penyakit karena penyakit ini dapat memburuk sewaktu-waktu. Adanya gejala seperti sakit kepala, nyeri ulu hati, gangguan penglihatan dan proteinuri meningkatkan risiko terjadinya eklamsi dan solusio plasenta. Pasien-pasien dengan gejala seperti ini memerlukan observasi ketat yang dilakukan di rumah sakit. Pasien harus diobservasi tekanan darahnya setiap 4 jam, pemeriksaan klirens kreatinin dan protein total seminggu 2 kali, tes fungsi hati, asam urat, elektrolit, dan serum albumin setiap minggu. Pada pasien preeklamsi berat, pemeriksaan fungsi pembekuan seperti protrombin time, partial tromboplastin time, fibrinogen, dan hitung trombosit. Perkiraan berat badan janin diperoleh melalui USG saat masuk rumah sakit dan setiap 2 minggu. Perawatan jalan dipertimbangkan bila ketaatan pasien baik, hipertensi ringan, dan keadaan janin baik. Penatalaksanaan terhadap ibu meliputi observasi ketat tekanan darah, berat badan, ekskresi protein pada urin 24 jam, dan hitung trombosit begitu pula keadaan janin (pemeriksaan denyut jantung janin 2x seminggu). Sebagai tambahan, ibu harus diberitahu mengenai gejala pemburukan penyakit, seperti nyeri kepala, nyeri epigastrium, dan gangguan penglihatan. Bila ada tanda-tanda progresi penyakit, hospitalisasi diperlukan. Pasien yang dirawat di rumah sakit dibuat senyaman mungkin. Ada persetujuan umum tentang induksi persalinan pada preeklamsi ringan dan keadaan servik yang matang (skor Bishop >6) untuk menghindari komplikasi maternal dan janin. Akan tetapi ada pula yang tidak menganjurkan penatalaksanaan preeklamsi ringan pada kehamilan muda. Saat ini tidak ada ketentuan mengenai tirah baring, hospitalisasi yang lama, penggunaan obat anti hipertensi dan profilaksis anti konvulsan. Tirah baring umumnya direkomendasikan terhadap preeklamsi ringan. Keuntungan dari tirah baring adalah mengurangi edema, peningkatan pertumbuhan janin, pencegahan ke arah preeklamsi berat, dan meningkatkanoutcome janin. Medikasi anti hipertensi tidak diperlukan kecuali tekanan darah melonjak dan usia kehamilan 30 minggu atau kurang. Pemakaian sedatif dahulu digunakan, tatapi sekarang tidak dipakai lagi karena mempengaruhi denyut jantung istirahat janin dan karena salah satunya yaitu fenobarbital mengganggu faktor pembekuan yang tergantung vitamin K dalam janin. Sebanyak 3 penelitian acak menunjukkan bahwa tidak ada keuntungan tirah baring baik di rumah maupun di rumah sakit walaupun tirah baring di rumah menurunkan lamanya waktu di rumah sakit. Sebuah penelitian menyatakan adanya progresi penyakit ke arah eklamsi dan persalinan prematur pada pasien yang tirah baring di rumah. Namun, tidak ada penelitian yang mengevaluasi eklamsi, solusio plasenta, dan kematian janin. Pada 10 penelitian acak yang mengevaluasi pengobatan pada wanita dengan preeklamsi ringan menunjukkan bahwa efek pengobatan terhadap lamanya kehamilan, pertumbuhan janin, dan insidensi persalinan preterm bervariasi antar penelitian. Oleh karena itu tidak terdapat keuntungan yang jelas terhadap pengobatan preeklamsi ringan.
                Pengamatan terhadap keadaan janin dilakukan seminggu 2 kali dengan NST dan USG terhadap volume cairan amnion. Hasil NST non reaktif memerlukan konfirmasi lebih lanjut dengan profil biofisik dan oksitosin challenge test. Amniosentesis untuk mengetahui rasio lesitin:sfingomielin (L:S ratio) tidak umum dilakukan karena persalinan awal akibat indikasi ibu, tetapi dapat berguna untuk mengetahui tingkat kematangan janin. Pemberian kortikosteroid dilakukan untuk mematangkan paru janin jika persalinan diperkirakan berlangsung 2-7 hari lagi. Jika terdapat pemburukan penyakit preeklamsi, maka monitor terhadap janin dilakukan secara berkelanjutan karena adanya bahaya solusio plasenta dan insufisiensi uteroplasenter.

2.    Preeklamsi berat
    Tujuan penatalaksanaan pada preeklamsi berat adalah mencegah konvulsi, mengontrol tekanan darah maternal, dan menentukan persalinan. Persalinan merupakan terapi definitif jika preeklamsi berat terjadi di atas 36 minggu atau terdapat tanda paru janin sudah matang atau terjadi bahaya terhadap janin. Jika terjadi persalinan sebelum usia kehamilan 36 minggu, ibu dikirim ke rumah sakit besar untuk mendapatkan NICU yang baik.
    Pada preeklamsi berat, perjalanan penyakit dapat memburuk dengan progresif sehingga menyebabkan pemburukan pada ibu dan janin. Oleh karena itu persalinan segera direkomendasikan tanpa memperhatikan usia kehamilan. Persalinan segera diindikasikan bila terdapat gejala impending eklamsi, disfungsi multiorgan, atau gawat janin atau ketika preeklamsi terjadi sesudah usia kehamilan 34 minggu. Pada kehamilan muda, bagaimana pun juga, penundaan terminasi kehamilan dengan pengawasan ketat dilakukan untuk meningkatkan keselamatan neonatal dan menurunkan morbiditas neonatal jangka pendek dan jangka panjang.
     Pada 3 penelitian klinis baru-baru ini, penatalaksanaan secara konservatif pada wanita dengan preeklamsi berat yang belum aterm dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas neonatal. Namun, karena hanya 116 wanita yang menjalani terapi konservatif pada penelitian ini dan karena terapi seperti itu mengundang risiko bagi ibu dan janin, penatalaksanaan konservatif hanya dikerjakan pada pusat neonatal kelas 3 dan melaksanakan observasi bagi ibu dan janin. Semua wanita dengan usia kehamilan 40 minggu yang menderita preeklamsi ringan harus memulai persalinan. Pada usia kehamilan 38 minggu, wanita dengan preeklamsi ringan dan keadaan serviks yang sesuai harus diinduksi. Setiap wanita dengan usia kehamilan 32-34 minggu dengan preeklamsi berat harus dipertimbangkan persalinan dan janin sebaiknya diberi kortikosteroid. Pada pasien dengan usia kehamilan 23-32 minggu yang menderita preeklamsi berat, persalinan dapat ditunda dalam usaha untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas perinatal. Jika usia kehamilan < 23 minggu, pasien harus diinduksi persalinan untuk terminasi kehamilan.
     Tujuan obyektif utama penatalaksanaan wanita dengan preeklamsi berat adalah mencegah terjadinya komplikasi serebral seperti ensefalopati dan perdarahan. Ibu hamil harus diberikan magnesium sulfat dalam waktu 24 jam setelah diagnosis dibuat. Tekanan darah dikontrol dengan medikasi dan pemberian kortikosteroid untuk pematangan paru janin. Batasan terapi biasanya bertumpu pada tekanan diastolik 110 mmHg atau lebih tinggi. Beberapa ahli menganjurkan mulai terapi pada tekanan diastolik 105 mmHg , sedangkan yang lainnya menggunakan batasan tekanan arteri rata-rata > 125 mmHg. Tujuan dari terapi adalah menjaga tekanan arteri rata-rata dibawah 126 mmHg (tetapi tidak lebih rendah dari 105 mmHg) dan tekanan diastolik < 105 mmHg (tetapi tidak lebih rendah dari 90 mmHg). Terapi inisial pilihan pada wanita dengan preeklamsi berat selama peripartum adalah hidralazin secara IV dosis 5 mg bolus. Dosis tersebut dapat diulangi bila perlu setiap 20 menit sampai total 20 mg. Bila dengan dosis tersebut hidralazin tidak menghasilkan perbaikan yang diinginkan, atau jika ibu mengalami efek samping seperti takikardi, sakit kepala, atau mual, labetalol (20 mg IV) atau nifedipin (10 mg oral) dapat diberikan. Akan tetapi adanya efek fetal distres terhadap terapi dengan hidralazin, beberapa peneliti merekomendasikan penggunaan obat lain dalam terapi preeklamsi berat. Pada 9 penelitian acak yang membandingkan hidralazin dengan obat lain, hanya satu penelitian yang menyebutkan efek samping dan kegagalan terapi lebih sering didapatkan pada hidralazin.
      Bila ditemukan masalah setelah persalinan dalam mengontrol hipertensi berat dan jika hidralazin intra vena telah diberikan berulang kali pada awal puerperium, maka regimen obat lain dapat digunakan. Setelah pengukuran tekanan darah mendekati normal, maka pemberian hidralazin dihentikan. Jika hipertensi kembali muncul pada wanita post partum, labetalol oral atau diuretik thiazide dapat diberikan selama masih diperlukan.
Pemberian cairan infus dianjurkan ringer laktat sebanyak 60-125 ml perjam kecuali terdapat kehilangan cairan lewat muntah, diare, diaforesis, atau kehilangan darah selama persalinan. Oliguri merupakan hal yang biasa terjadi pada preeklamsi dan eklamsi dikarenakan pembuluh darah maternal mengalami konstriksi (vasospasme) sehingga pemberian cairan dapat lebih banyak. Pengontrolan perlu dilakukan secara rasional karena pada wanita eklamsi telah ada cairan ekstraselular yang banyak yang tidak terbagi dengan benar antara cairan intravaskular dan ekstravaskular. Infus dengan cairan yang banyak dapat menambah hebat maldistribusi cairan tersebut sehingga meninggikan risiko terjadinya edema pulmonal atau edema otak.
     Pada masa lalu, anestesi dengan cara epidural dan spinal dihindarkan pada wanita dengan preeklamsi dan eklamsi. Pertimbangan utama karena adanya hipotensi yang ditimbulkan akibat blokade simpatis. Ada juga pertimbangan lain yaitu pada keamanan janin karena blokade simpatis dapat menimbulkan ipotensi dan menurunkan perfusi plasenta. Ketika teknik analgesi telah mengalami kemajuan beberapa dekade ini, analgesi epidural digunakan untuk memperbaiki vasospasme dan menurunkan tekanan darah pada wanita penderita preeklamsi berat. Selain itu, klinisi yang lebih menyenangi anestesi epidural menyatakan bahwa pada anestesi umum dapat terjadi penigkatan tekanan darah tiba-tiba akibat stimulasi oleh intubasi trakea dan dapat menyebabkan edema pulmonal, edema serebral dan perdarahan intrakranial.
      Pada penelitian yang dilakukan oleh Wallace dan kawan-kawan menunjukkan bahwa penggunaan anestesi baik metode anestesi umum maupun regional dapat digunakan pada persalinan dengan cara seksio sesarea pada wanita preeklamsi berat jika langkah-langkah dilakukan dengan pertimbangan yang hati-hati. Walaupun anestesi epidural dapat menurunkan tekanan darah, telah dibuktikan bahwa tidak ada keuntungan signifikan dalam mencegah hipertensi setelah persalinan. Kesimpulan yang dapat ditarik adalah anestesi epidural aman digunakan selama persalinan pada wanita dengan hipertensi dalam kehamilan, tetapi bukan merupakan terapi terhadap hipertensi.
Indikasi persalinan pada preeklamsi dibagi menjadi 2, yaitu :
a.    Indikasi ibu
-   Usia kehamilan ≥ 38 minggu
-   Hitung trombosit < 100.000 sel/mm3
-   Kerusakan progresif fungsi hepar
-   Kerusakan progresif fungsi ginjal
-   Suspek solusio plasenta
-   Nyeri kepala hebat persisten atau gangguan penglihatan
-   Nyeri epigastrium hebat persisiten, nausea atau muntah

b.    Indikasi janin
- IUGR berat
- Hasil tes kesejahteraan janin yang non reassuring
- Oligohidramnion.